Hai, kenalin aku Yunnie dari grup Sapardi Djoko Damono. Hari ini aku mau cerita tentang biografi Sapardi Djoko Damono, yang menjadi inspirasi nama grup kecil aku dalam komunitas ODOP ini.
Sebelumnya, kalau kamu pecinta dunia sastra pasti ga asing dengan nama besar ini. Apalagi kalau kamu penggila puisi, sudah pasti tahu di dalam kepala biografi Sastrawan yang dikenal dengan nama SDD ini.
Lebih lanjut, aku akan menyebut tokoh utama dalam artikel aku ini dengan sebutan 'Eyang' ya. Meskipun usianya sudah lanjut, tapi karyanya sungguh mendunia. Mau tahu? Yuk baca biografi Sapardi Djoko Damono dengan bahasa aku ya :)
Eyang Sapardi Djoko Damono Semasa Hidup
Ketika pertama kali mendapat tugas pekan ke dua dalam komunitas ODOP, untuk membuat tulisan biografi nama tokoh dari group kecil, aku langsung semangat. Aku mengetik nama 'Sapardi Djoko Damono' pada mesin pencari, dan muncul banyak sekali referensi yang bisa ditarik.
Rupanya, tak sulit mencari referensi tentang eyang. Aku pikir bakal sangat mudah sekali membuat artikel sejenis biografi ini. Namun tak dinyana, harapan tak sesuai kenyataan. Aku justru terhanyut dalam buaian karya eyang yang begitu melegenda.
Ah Eyang, ternyata karisma mu begitu kuat, hingga lewat namamu saja, bisa membuatku terbuai. Bismillahirrahmanirrahiim.. Semoga aku tidak keliru menulis tentang hidupmu yang berharga ini.
Semasa Hidup Sapardi Djoko Damono
Nama Sapardi Djoko Damono tentu tidak asing bagi para penyuka bait puisi, karena banyak karya eyang Sapardi yang begitu melegenda. Pria kelahiran 20 Maret 1940 di Surakarta ini telah menelurkan banyak karya puisi, sajak, hingga novel.
"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan, yang menjadikannya tiada."
Sepenggal puisi diatas sungguh sangat terkenal dan populer hingga kini. Eyang yang merupakan putra pertama pasangan Sadyoko dan Saparian sangat piawai mengolah kata menjadi sajak yang aduhai.
Eyang Sapardi yang menamatkan kuliah di Universitas Gajah Mada ini, menyandang gelar terakhirnya yaitu Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono.
Jejak Karir Sapardi Djoko Damono
Jejak karir beliau yaitu sebagai pengajar di Fakultas Ilmu bahasa-Universitas Indonesia (FIB UI). Selain itu eyang Sapardi juga memiliki jabatan lain yang pernah disandang yaitu sebagai
Direktur Pelaksana Yayasan Indonesia Jakarta (1973-1980),
Sekretaris Yayasan HB Jassin, anggota Dewan Kesenian, anggota Badan Pertimbangan Perbukuan Balai Pustaka,
Mendirikan HISKI pada 1988 dan
Menjadi ketua HOSKI selama tiga periode (sumber Wikipedia)
Karya Eyang Sapardi Djoko Damono yang Melegenda
Menyandang nama besar sebagai sang pujangga yang populer, eyang Sapardi memiliki banyak karya yang hampir semuanya populer dan melegenda.
Berikut ini, beberapa buah pena Eyang Sapardi yang sangat akrab di mata penggemar sastra, diantaranya :
- Hujan Bulan Juni
- Yang Fana adalah Waktu
- Duka-Mu Abadi
1. Hujan Bulan Juni
Hujan Bulan Juni merupakan kumpulan sebuah puisi. Awal kemunculannya di media cetak tahun 1989, kumpulan puisi dalam buku ini telah di alihbahasakan kedalam bermacam bahasa seperti Inggris, Jepang, Arab, dan Mandarin.Tetapi kemudian buku ini berubah menjadi novel yang menceritakan kisah Sarwono dan Pingkan. Bahkan kisah dalam novel ini pun diangkat ke layar lebar. Tokoh dalam novel ini diperankan oleh Adipati Dolken dan Velove Vexia. Ada yang tahu filmnya?
2. Yang Fana adalah Waktu
"Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa.
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?”
Tanyamu.
Kita abadi."
(Yang Fana Adalah Waktu, SDD)
Ada yang akrab dengan puisi di atas? Awal kemunculannya pertama kali ke publik disertai dengan pembacaan sajak oleh Eyang Sapardi. Buku ini juga kemudian mendapatkan Anugerah Buku ASEAN 2018 di Malaysia. Wow keren ya!
3. Duka-Mu Abadi
Buku ini hadir di tahun 2017, bersinggungan dengan usia Eyang ke 77, Eyang berkesempatan menerbitkan 7 buku lainnya yaitu satu novel dan enam kumpulan puisi; Pingkan Melipat Jarak (novel kedua dari Trilogi Hujan Bulan Juni), Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro?, Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita, Kolam, Namaku Sita, Duka-Mu Abadi, dan Ayat-ayat Api.
Duka-Mu Abadi, yang berisi 43 puisi Sapardi pada tahun 1967-1968. Buku ini yang paling laris diantara yang lainnya, karena munculnya satu paket CD musikalisasi puisi oleh Eyang Sapardi
Inspirasi Menulis Sang Sastrawan
Eyang Sapardi yang wafat pada hari Minggu,19 Juli 2020 yang lalu ini tentu memiliki sosok inspirasi dalam menulis. Siapakah dia? Ternyata sosok yang menjadi referensi bagi pujangga yang wafat pada usia 80 tahun ini adalah WS Rendra.
Suami dari Wardiningsih ini menganggap bahwa menulis adalah cara terbaik agar pikiran tidak mandeg.
“Saya bisa nulis di bis, pesawat terbang, atau kereta api, tempat nggak jadi masalah. Yang perlu itu bagi saya adalah niat untuk menulis. Niat itu lebih penting dari segala-galanya.”
(Sapardi Djoko Damono)
Eyang juga menganggap menulis termasuk sebaik-baik cara untuk melawan pikun. Masya Allah, memang inspirasional sekali ya Eyang Sapardi ini.
Inspirasi Lintas Generasi
Bahagia bisa mengenal lebih dekat dengan sosok Eyang Sapardi Djoko Damono ini. Meski beliau sudah wafat satu tahun lalu masih menggoreskan duka tersendiri bagi dunia sastra Indonesia. Tetapi, karya-karya eyang SDD akan tetap hidup di hati penikmat puisi dan literasi.
Lewat tulisan singkat biografi Sapardi Djoko Damono ini, aku ingin menyampaikan terima kasih Eyang Sapardi. Aku bangga menjadi 'bagian' dari Eyang. Bangga dengan sebutan 'Anak Sapardi' meski itu artinya aku berasal dari group kecil ODOP dengan nama Eyang. Eyang Sapardi, Engkau sosok inspirasi lintas generasi!
Salam,
Yunniew
Posting Komentar
Posting Komentar