Pasien kusta dan orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) itu sama seperti kita, mereka memiliki kemampuan. Jika diberi kesempatan untuk berusaha, banyak dari mereka yang mampu berdikari diatas kaki sendiri.” Nadhila Beladina, Ketua Yayasan Satu Jalan Bersama/ Kelompok Mahasiswa Peduli Kusta
Menyandang status sebagai pasien kusta menjadi pukulan berat bagi penderitanya. Terbayang apa yang akan didapatkan dirinya dalam kehidupan pribadi, keluarga, sosial, bahkan karir. Dihindari, stigmatisasi, hingga diskriminasi adalah hal yang akrab bagi kehidupan pasien kusta dan keluarganya.
Saya pernah mengikuti seminar Cegah Disabilitas Karena Kusta yang diadakan oleh Berita KBR dan NLR Indonesia beberapa waktu lalu, salah satu narasumbernya adalah orang yang pernah mengalami penyakit kusta (OYPMK)
Sakit yang ditimbulkan oleh kusta belum seberapa sakit, dibandingkan dengan sakit akibat stigmatisasi dan diskriminasi yang saya terima.” ujar Dul Amin, OYPMK sekaligus Ketua Kelompok Perawatan Diri (KPD) Kecamatan Astanajapura, Cirebon.
Stigma yang dialami oleh Ketua KPD Kecamatan Astanajapura, Cirebon, ini adalah anggapan yang menyatakan bahwa penyakit kusta yang dideritanya adalah kutukan, sehingga tidak boleh terlalu dekat-dekat dengannya. Selain itu Pak Dul Amin juga me a bahkan, bahwa tetangga nya juga takut jika tetangganya diberi makanan olehnya atau keluarganya. Itu adalah sebagian kecil dari stigma yang diterima olehnya.
Tanpa kita sadari bahwa pasien kusta masih mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan di masyarakat. Seperti yang terjadi pada pasien kusta yang telah sembuh ini, Pak Dul Amin dijauhi, didiskriminasi, hingga dikucilkan di masyarakat. Mengapa bisa demikian? Karena kurangnya literasi kusta pada kita!
Kusta tidak akan tuntas kalau masyarakat tidak paham tentang penyakit kusta itu sendiri." dokter Febrina Sugianto, Junior Technical Advisor NLR Indonesia.
Penyakit Kusta memang penyakit menular. Namun, meski termasuk penyakit menular, namun tingkat penularannya sangat rendah. Harus ada kontak yang sangat erat dalam jangka waktu yang lama.
Ketakutan terhadap penularan penyakit kusta ini seharusnya sudah tidak ada lagi, karena hal ini pernah ditunjukkan oleh Putri Diana, Princes of Wales, yang melakukan kunjungan ke RSUP Kusta Sitanala Tangerang, Indonesia pada November 1989.
Lady Di, istri Pangeran Charles dari kerjaan Inggris, duduk dan bersalaman langsung (tanpa sarung tangan) dengan pasien kusta. Hal ini bahkan membuat presiden Soeharto saat itu sangat kagum, akan tindakan sang Putri. Tindakan Putri Diana pada kunjungannya ke RS Kusta Sitanala Tangerang ini seharusnya menjadi rujukan bagi kita semua, bahwa memang penyakit kusta itu tidak menakutkan seperti anggapan orang selama ini.
Karena memang kusta tidak mudah menular hanya karena ngobrol, dekat, atau bersalaman saja. Jadi tindakan diskriminasi dan stigmatisasi pasien kusta tidak perlu terjadi.
Banyak stigma yang terjadi di masyarakat, sehingga membuat kehidupan para pasien kusta dan OYPMK menjadi termarjinalkan. Bukan hanya diskriminasi, tetapi mereka tidak mendapat ruang untuk bergerak dan mengembangkan kemampuan mereka sendiri. Tanpa disadari juga bahwa stigma dan diskriminasi dapat berdampak juga pada kesejahteraan mental pasien kusta.
Penyakit Kusta, Gejala dan Cara Mencegah Kusta
Penyakit kusta atau lepra atau Morbus Hansen adalah penyakit yang disebabkan oleh serangan bakteri Mycobacterium leprae yang menyerang saraf tepi, jaringan kulit dan saluran pernapasan.
Penyakit Kusta termasuk penyakit yang menular, namun penularan dari pasien ke orang lain yang memiliki kontak erat dalam waktu lama. Penyebaran kusta dapat terjadi melalui percikan droplet dari penderitanya kepada orang lain.
Kuman kusta tidak mudah berkembang pada tubuh yang memiliki imunitas baik. Makanya meskipun termasuk penyakit menular, namun penyakit kusta sangat tidak menular. Jika hanya bersalaman, mengobrol, bahkan berhubungan seksual pun tidak serta merta langsung dapat menderita Kusta.
“Penyakit kusta termasuk penyakit menular. Namun rasio penularannya sangat Rendah. Penularannya bisa melalui kontak erat dengan penderita lebih dari 20 jam dalam satu minggu yang intens.” dr.Febrina Sugianto, Junior Technical Advisor NLR Indonesia.
Gejala Penyakit Kusta
Gejala awal penyakit kusta ditandai dengan timbulnya bercak putih atau kemerahan pada kulit bagian tubuh, terasa kaku dan kering, gatal, dan kulit menjadi mati rasa.
Penyakit kusta dibagi menjadi 2 yaitu
- Kusta kering (Pausi Basiler/PB) Gejalanya terdapat 1 hingga 5 bercak putih pada kulit yang mirip seperti penyakit kulit (panu),
- Kusta Basah (Multi basiler/MB) Gejalanya ditandai dengan bercak kemerahan yang disertai dengan penebalan pada kulit dan menyebar di beberapa area kulit.
Jika sudah mengalami tanda seperti ini sebaiknya segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan atau Puskesmas terdekat. Dari sini, orang yang memiliki gejala seperti ini akan dilakukan pengecekan laboratorium untuk memastikan jenis penyakit ini.
Ingat bahwa deteksi dini dan penegakan diagnosa yang tepat pada orang dengan gejala seperti kusta sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya kehilangan anggota tubuh (disabilitas).
Indonesia Menjadi Negara Ke-3 Dunia dengan Pasien Kusta Terbanyak
Menurut data yang dirilis oleh kementrian Kesehatan per tanggal 24 Januari 2022, jumlah kasus kusta di Indonesia sebanyak 13.487 kasus dengan jumlah penemuan baru 7.146 kasus. Jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai negara ke-3 dengan kasus kusta terbanyak di dunia setelah India dan Brazil.
Penularan penyakit kusta menurut Prof. Dr. Cita Rosita Sigit Prakoeswa,dr.,Sp. KK(K), Guru Besar Dermatologi, FK Universitas Airlangga, mengatakan bahwa penyebaran kusta dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu
1. Kekebalan tubuh manusia (host)
2. Kuman/ bakteri (agent), serta
3. Lingkungan (environment).
Penularan kusta biasanya terjadi dari orang yang terkena kusta yang belum terobati. Jika orang yang terkena kusta sudah diobati, pada saat setelah meminum dosis pertama obat kusta, penularannya langsung menurun 95%.
Untuk itu pemerintah menargetkan eliminasi kusta adalah 1 per 10.000 penduduk. Hingga Januari 2021, masih ada 6 provinsi dan 101 kabupaten di Indonesia yang belum mencapai target eliminasi kusta. Provinsi tersebut adalah Sulawesi Utara, Maluku, Gorontalo, Maluku Utara,Papua, dan Papua Barat.
Mengapa Indonesia menjadi negara ke-3 terbesar di dunia untuk penyebaran penyakit Kusta? Selain kurangnya literasi kusta, faktor penyebab lainnya adalah tingginya stigma terhadap pasien kusta.
Banyak orang enggan memeriksakan diri ke rumah sakit, karena takut di diagnosa kusta. Jika telah terdiagnosa kusta kemungkinan akan mendapat tindakan diskriminasi dan stigmatisasi dari masyarakat. Hal ini makin membuat pasien enggan berobat dan memilih membiarkan gejalanya hingga terlanjur parah.
Mereka yang belum teredukasi kusta baru akan berobat jika sudah kehilangan anggota tubuh (disabilitas). Padahal jika dideteksi secara dini penyakit kusta tidak sampai menyebabkan disabilitas. Deteksi dini penyakit kusta sangat berguna untuk memudahkan penyembuhan dan menentukan lamanya pengobatan.
Cara Mencegah Penyakit Kusta
Pencegahan penyakit kusta sangat mudah. Meski termasuk penyakit menular yang tidak mudah menular, bukan berarti membuat kita menjadi lengah. Kita tetap harus berusaha mengupayakan zero transmisi terhadap penyakit kusta. Berikut ini cara mencegah penularan penyakit kusta.
Penularan penyakit kusta berawal dari orang yang belum mengalami pengobatan kusta. Disarankan orang yang memiliki gejala seperti kusta segera mengunjungi rumah sakit atau Puskesmas
1. Deteksi Dini dan Diagnosa Tepat
Deteksi dini dan diagnosa tepat adalah cara mencegah terjadinya penularan kusta. Pasien kusta yang telah terdiagnosa kusta harus langsung menjalani pengobatan. Hal ini untuk mencegah penularan penyakit Kusta. Saat pasien telah minum obat dosis pertama, penularan kusta langsung menurun hingga 95%.
2. Menjaga Imunitas
Menjaga kekebalan tubuh dengan gizi seimbang dan olah raga teratur cukup membantu meningkatkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh kuat mampu mencegah seseorang terhindar dari serangan berbagai penyakit, termasuk juga penyakit kusta.
3. Menjaga Kebersihan
Menjaga kebersihan adalah bagian penting dalam mencegah berbagai penyakit termasuk Kusta. Selama pandemi kita terbiasa menjaga kebersihkan dengan melakukan format 3M bahkan 5M. tetap melanjutkan budaya 3M ini untuk membentengi diri dari penularan penyakit.
Dengan melakukan tindakan pencegahan diatas, penularan penyakit kusta yang memiliki masa inkubasi yang relatif lama bisa dikurangi. Mimpi Indonesia bebas kusta segera terealisasi.
Pengobatan Kusta Gratis dan Bisa Sembuh
Bagi orang yang memiliki gejala seperti kusta, sangat dianjurkan untuk mengunjungi Puskesmas terdekat agar dilakukan penegakan diagnosis tepat. Penanganan yang tepat penderita kusta mempengaruhi lamanya pengobatan dan mencegah disabilitas.
Angka disabilitas akibat kusta di Indonesia masih sangat tinggi. Tahun 2017, disabilitas akibat kusta sebesar 6.6 per 1 juta penduduk. Hal ini masih jauh dari target pemerintah yang menargetkan 1 per 1 juta penduduk. Angka ini menunjukkan kepada kita bahwa pengobatan dan penemuan kasus kusta yang terlambat.
Pengobatan penyakit Kusta dilakukan dengan pemberian kombinasi antibiotik atau Multi Drugs Treatment of Leprosy (MDTL).
Menurut Dr. dr. Sri Linuwih Susetyo, SpKK Ketua Kelompok Studi Morbus Hansen (Kusta) Indonesia PERDOSKI, lamanya pengobatan mulai dari 6-9 bulan untuk kusta kering. Untuk kusta basah pengobatan memakan waktu 12 - 18 bulan.
Mengapa pengobatan kusta ini begitu lama? pengobatan kusta membutuhkan waktu yang lama untuk membunuh kuman kusta yang dormant (tertidur).
Dalam masa pengobatan pasien akan diminta untuk minum obat secara rutin tanpa putus selama jangka waktu tersebut. Hal ini bertujuan agar daya tahan tubuh menjadi lebih stabil dan kuman tidak resistant.
Perlu diketahui juga bahwa pengobatan penyakit Kusta dijamin oleh pemerintah. Artinya orang yang terdiagnosa penyakit kusta akan mendapatkan pengobatan secara gratis hingga sembuh. Deteksi dini pada gejala kusta bisa mencegah dari kehilangan organ tubuh.
Meski termasuk penyakit menular bukan berarti kita harus menghindar dari penderita kusta. Justru dukungan keluarga dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk memberantas kusta.
Dukungan orang terdekat untuk mempercepat penyembuhan dan kesejahteraan mentalnya. Pengucilan bagi penderita kusta malah membuat stress dan memperburuk psikologis pasien kusta.
Seperti diketahui bahwa pasien kusta sering mendapatkan stigma dan diskriminasi di masyarakat. Stigma dan diskriminasi inilah justru semakin memperparah kondisi psikologis pasien kusta. Jika sistem imun turun, waktu pengobatan akan semakin lama.
Apa saja dampak stigma dan diskriminasi yang diterima oleh pasien kusta atau orang yang pernah mengalami Kusta dalam kehidupan mereka bermasyarakat?
Banyak pasien kusta yang sedang dalam pengobatan bahkan yang telah sembuh dari penyakit Kusta tetap saja mendapat perlakuan kurang menyenangkan dari masyarakat. Cap sebagai orang yang pernah mengalami kusta seperti sudah menjadi cap permanen yang tidak bisa hilang. Masih saja ada tindakan eksklusi terhadap pasien kusta dan OYPMK.
Banyak kisah pilu para pasien kusta dari kalangan anak-anak usia sekolah. Ada yang dipaksa keluar dari sekolah hanya karena ketahuan terkena penyakit Kusta. Betapa tindakan ini sangat memilukan, saya pernah membaca baca ada salah satu pasien kusta yang didemo oleh wali murid agar tidak usah sekolah lagi, karena terdeteksi kusta.
Tindakan ini bukan hanya memilukan hati, tapi juga mematikan masa depan anak untuk menuntut ilmu dan bisa berkarya. Banyak pasien kusta yang putus sekolah hanya karena kusta. Padahal, kusta yang sudah ditangani, memiliki rasio penularan sangat rendah.
Seperti kisah Sahabudin, seorang penderita kusta asal Polewali Mandar yang viral beberapa waktu lalu. Beliau hidup sebatang kara, ditinggal istri dan anak karena takut tertular kusta. Beruntung kemudian ada kerabat yang memviralkan kisah Sahabudin sehingga beliau mendapat atensi dari Gubernur Sulawesi Barat, Alibar Masdar, dan mendapat pengobatan yang layak.
Masih banyak lagi perlakuan-perlakuan yang didapat oleh pasien kusta maupun orang yang pernah mengalami Kusta (OYPMK) dan keluarganya. Ini Salah satu alasan orang dengan gejala kusta enggan menjalani pengobatan atau memeriksakan diri.
Bukan hanya diagnosa penyakit yang membuat drop tetapi perlakuan dari lingkungan juga turut membuat kondisi psikologis pasien kusta semakin down. Bentuk stigmatisasi dan diskriminasi yang diterima oleh pasien kusta dan orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) membuat mereka menarik diri dari pergaulan di masyarakat.
Stigma yang melekat erat dalam diri pasien kusta dan OYPMK membuat kondisi mental mereka menjadi tidak bahagia, tertekan bahkan stress. Seperti diketahui bahwa kebahagiaan jiwa dapat mempengaruhi tinggi rendahnya daya tahan tubuh.
Seperti dilansir dari CNN Indonesia, sebuah study National Library of Medicine tahun 2006 menunjukkan bahwa orang dewasa yang stress memiliki respon imun yang lemah. Hormon pembawa pesan antar sel ke sistem kekebalan tubuh, Sitokin, akan terpengaruh oleh suasana hati, optimisme, hingga stress.
Artinya orang yang tidak bahagia dapat menyebabkan daya tahan tubuhnya menjadi lemah, jika daya tahan tubuh lemah kuman kusta semakin bertahan, akibatnya berdmpak pada pengobatan.
Tak dapat dipungkiri bahwa perasaan dikucilkan, ditinggal sendiri, ditambah lagi reaksi penyakit, turut mempengaruhi kondisi psikologis seseorang menjadi tidak bahagia.
Pasien kusta dalam kondisi mendapat stigmatisasi dan diskriminasi bagaimana bisa bahagia? Inilah pe-er kita bersama. Memberi dukungan, buang stigma dan hapuskan diskriminasi, dapat membuat mereka terhindar dari pikiran stress dan tidak bahagia.
Jika pasien kusta mendapat dukungan, berpikir positif positif, otomatis mempengaruhi hormon sitokin yang memperkuat imun tubuh. Dampaknya penyembuhan penyakit kusta bisa lebih cepat.
Kita perlu meningkatkan kesejahteraan mental pada pasien kusta dan orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) agar mereka mampu mengembangkan bakat dan potensi yang ada dalam dirinya. Untungnya Indonesia memiliki sebuah lembaga yang yang fokus terhadap eliminasi kusta dan konsekuensinya, NLR Indonesia.
NLR Indonesia adalah organisasi non pemerintah yang bekerja untuk menanggulangi kusta dan konsekuensinya di Indonesia sejak tahun 1975. NLR Indonesia merupakan anggota NLR Alliance yang berpusat di Belanda, dengan komitmen tinggi “Hingga kita bebas kusta” (until no leprosy remains).
Sejak tahun 2018, NLR berkembang menjadi entitas nasional untuk membuat kerja organisasi lebih efektif dan efisien. Hingga kini NLR telah bekerja di 12 provinsi di Indonesia.
Sebagai lembaga giat melakukan sosialisasi tentang kusta kepada masyarakat, NLR Indonesia bertujuan agar masyarakat teredukasi dan melek literasi tentang kusta sesuai dengan slogan mereka “Hingga Kita Bebas Kusta”.
NLR Indonesia juga gencar melakukan edukasi kepada masyarakat bahwa kusta bisa sembuh, sehingga tidak harus mendapatkan stigma dan diskriminasi di masyarakat. Program penanggulangan kusta dan konsekuensinya yang digagas NLR Indonesia melalui pendekatan 3 zero, yaitu
Untuk mencapai tujuan ini NLR Indonesia giat melakukan edukasi dengan berbagai media, radio, masyarakat hingga penyuluh digital seperti wartawan, blogger dan masyarakat umum melalui media sosial untuk mengkampanyekan isu kusta. Semakin masyarakat teredukasi tentang isu kusta, tujuan zero transmisi akan dapat terealisasi.
Dengan pemberian edukasi dan literasi yang dilakukan NLR Indonesia bersama dengan seluruh lapisan masyarakat dan dukungan media, awareness tentang isu kusta akan semakin meningkat. Banyak kasus kusta yang bisa dideteksi dapat mengurangi angka disabilitas kusta.
Seiring dengan minimnya penularan dan masyarakat semakin teredukasi kusta, membuat angka disabilitas menurun. Diharapkan lambat laun akan dapat mengikis stigma kusta di masyarakat. Dengan demikian tidak ada lagi tindakan eksklusi (pengucilan) terhadap pasien kusta dan keluarganya.
NLR Indonesia mendorong pemenuhan hak anak dan kaum muda penyandang disabilitas akibat Kusta dan disabilitas lainnya melalui kemitraan strategis dengan berbagai pihak. NLR juga telah melakukan kerja sama pentahelix dengan berbagai pihak dan media, termasuk Kantor Berita Republik Indonesia (KBR Indonesia) untuk mencapai 3 program utama tadi.
NLR Indonesia rutin melaksanakan edukasi terkait isu kusta yang disiarkan secara live streaming youtube berita KBR. Isu kusta menjadi perbincangan khas KBR Indonesia. Saya juga banyak mengetahui tentang isu kusta dari streaming yang diadakan Berita KBR dan NLR Indonesia ini.
Saya melihat acara ini dipandang cukup berimbas untuk meningkatkan awareness terkait isu kusta dan penangannya di Indonesia. Tentu saja dengan adanya acara seperti ini, diharapkan dukungan dan peran serta masyarakat untuk menaikkan isu kusta dengan tujuan agar Indonesia bebas kusta.
Agar Indonesia mencapai target zero transmisi (nol penularan), perlu kerja sama dan dukungan dari berbagai pihak. Yakinlah bahwa sekecil apapun tindakan yang kita lakukan, akan berdampak pada pemberantasan kusta di Indonesia.
Berikut ini adalah langkah kecil yang bisa kita lakukan agar Indonesia bebas kusta. Mulai dari diri sendiri, dan dari sekarang.
Demi mewujudkan tujuan ‘Hingga kita bebas dari kusta’, NLR Indonesia menginisiasi gerakan SUKA (Suara Untuk Indonesia Bebas Kusta) sejak tahun 2020.
Tujuan dari gerakan SUKA ini adalah untuk meningkatkan kesadaran dan literasi di masyarakat tentang penyakit kusta dan konsekuensinya. Cakupan gerakan ini meliputi stigma, diskriminasi, hingga kesejahteraan mental. Untuk itu peran serta masyarakat dalam program ini sangat diperlukan dalam mencapai program ini.
Pesan SUKA bisa kita gaungkan dari sekarang untuk memberi kesadaran kepada masyarakat agar lebih aware terhadap isu kusta dan konsekuensinya. Kita bisa menyampaikan pesan ini melalui media sosial pribadi seperti facebook, instagram atau media sosial lainnya untuk meningkatkan kesadaran di masyarakat bahwa kusta itu masih ada dan harus kita lawan bersama.
Pesan SUKA tidak akan bisa sampai ke semua lapisan masyarakat tanpa adanya peran serta media. Media sebagai partner untuk menyebarkan informasi yang benar, menarik dan efektif agar masyarakat terlibat aktif dalam penanganan kusta di Indonesia.
Media diharapkan dapat memberikan pemberitaan yang benar, bebas hoax sehingga stigma dan diskriminasi yang dialami oleh penderita Kusta bisa diminimalisir. Peran media juga bisa juga bisa digunakan untuk meningkatkan kesadaran, pemakaman dan kepedulian di masyarakat.
Memberantas isu kusta agar gaungnya tidak ada lagi di Indonesia menjadi tujuan kita bersama. Agar tujuan ini bisa tercapai, maka kita tidak bisa bergerak sendiri. Kita harus bergerak bersama bahu membahu merangkul banyak pihak.
Ajak semua kalangan berperan mulai dari masyarakat umum, kaum muda, tenaga kesehatan, pemerintah daerah hingga pemerintah pusat untuk terlibat aktif terhadap isu penyakit Kusta ini.
Bagaimana agar masyarakat tertarik dalam kegiatan ini?
Bagikan kepedulian kepada semua kalangan, bahwa isu kusta adalah masalah bersama, dan pasien kusta dan OYPMK serta keluarganya berhak mendapatkan kesejahteraan. OYPMK dan keluarganya bukan untuk dijauhi dan distigma, mereka memiliki hak untuk hidup layak, hidup berdaya dan diterima di masyarakat.
Tidak ada satu penyakit pun yang boleh merenggut masa depan dan kesempatan orang lain. Kita percaya bahwa jika diberi kesempatan yang sama, mereka mampu mengembangkan kemampuan dan berdikari diatas kaki sendiri.
Menurut American Psychological Association (APA), mental well being adalah keadaan seseorang yang memiliki rasa bahagia, kepuasan, tingkat stress yang rendah, sehat secara fisik dan mental serta menjaga kualitas hidup yang baik. Mental well being pasien kusta dapat diartikan juga sebagai kesejahteraan mental para penyintasnya.
Banyaknya stigma, diskriminasi hingga tekanan penyakit turut mempengaruhi emosional, kesejahteraan, psiko social pasien kusta. Perlu cara untuk meningkatkan Kesejahteraan mental bagi para pasien kusta dan keluarganya.
Berikut ini langkah yang bisa dilakukan untuk meningkatkan mental wellbeing pasien kusta, OYPMK dan keluarganya antara lain.
Melakukan kampanye yang berkesinambungan (sustainable) dalam jangka waktu panjang adalah Cara meningkatkan kesejahteraan mental pasien kusta dan OYPMK. Karena penyakit Kusta ini adalah isu yang tidak umum, perlu adanya awareness yang melibatkan banyak pihak tentang isu kusta ini.
Angka disabilitas akibat kusta di Indonesia masih sangat tinggi. Tahun 2017, disabilitas akibat kusta sebesar 6.6 per 1 juta penduduk. Hal ini masih jauh dari target pemerintah yang menargetkan 1 per 1 juta penduduk. Angka ini menunjukkan kepada kita bahwa pengobatan dan penemuan kasus kusta yang terlambat.
Pengobatan penyakit Kusta dilakukan dengan pemberian kombinasi antibiotik atau Multi Drugs Treatment of Leprosy (MDTL).
Menurut Dr. dr. Sri Linuwih Susetyo, SpKK Ketua Kelompok Studi Morbus Hansen (Kusta) Indonesia PERDOSKI, lamanya pengobatan mulai dari 6-9 bulan untuk kusta kering. Untuk kusta basah pengobatan memakan waktu 12 - 18 bulan.
Mengapa pengobatan kusta ini begitu lama? pengobatan kusta membutuhkan waktu yang lama untuk membunuh kuman kusta yang dormant (tertidur).
Dalam masa pengobatan pasien akan diminta untuk minum obat secara rutin tanpa putus selama jangka waktu tersebut. Hal ini bertujuan agar daya tahan tubuh menjadi lebih stabil dan kuman tidak resistant.
Perlu diketahui juga bahwa pengobatan penyakit Kusta dijamin oleh pemerintah. Artinya orang yang terdiagnosa penyakit kusta akan mendapatkan pengobatan secara gratis hingga sembuh. Deteksi dini pada gejala kusta bisa mencegah dari kehilangan organ tubuh.
Hindari Penyakit Kusta, Bukan Penderita
Meski termasuk penyakit menular bukan berarti kita harus menghindar dari penderita kusta. Justru dukungan keluarga dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk memberantas kusta.
Dukungan orang terdekat untuk mempercepat penyembuhan dan kesejahteraan mentalnya. Pengucilan bagi penderita kusta malah membuat stress dan memperburuk psikologis pasien kusta.
Seperti diketahui bahwa pasien kusta sering mendapatkan stigma dan diskriminasi di masyarakat. Stigma dan diskriminasi inilah justru semakin memperparah kondisi psikologis pasien kusta. Jika sistem imun turun, waktu pengobatan akan semakin lama.
Akibat Stigma dan Diskriminasi Terhadap Pasien Kusta
Apa saja dampak stigma dan diskriminasi yang diterima oleh pasien kusta atau orang yang pernah mengalami Kusta dalam kehidupan mereka bermasyarakat?
1. Dijauhi dari Pergaulan Sosial
Banyak pasien kusta yang sedang dalam pengobatan bahkan yang telah sembuh dari penyakit Kusta tetap saja mendapat perlakuan kurang menyenangkan dari masyarakat. Cap sebagai orang yang pernah mengalami kusta seperti sudah menjadi cap permanen yang tidak bisa hilang. Masih saja ada tindakan eksklusi terhadap pasien kusta dan OYPMK.
2. Putus Sekolah
Banyak kisah pilu para pasien kusta dari kalangan anak-anak usia sekolah. Ada yang dipaksa keluar dari sekolah hanya karena ketahuan terkena penyakit Kusta. Betapa tindakan ini sangat memilukan, saya pernah membaca baca ada salah satu pasien kusta yang didemo oleh wali murid agar tidak usah sekolah lagi, karena terdeteksi kusta.
Tindakan ini bukan hanya memilukan hati, tapi juga mematikan masa depan anak untuk menuntut ilmu dan bisa berkarya. Banyak pasien kusta yang putus sekolah hanya karena kusta. Padahal, kusta yang sudah ditangani, memiliki rasio penularan sangat rendah.
3. Dijauhi Keluarga Sendiri
Seperti kisah Sahabudin, seorang penderita kusta asal Polewali Mandar yang viral beberapa waktu lalu. Beliau hidup sebatang kara, ditinggal istri dan anak karena takut tertular kusta. Beruntung kemudian ada kerabat yang memviralkan kisah Sahabudin sehingga beliau mendapat atensi dari Gubernur Sulawesi Barat, Alibar Masdar, dan mendapat pengobatan yang layak.
Stigmatisasi dan Diskriminasi Masyarakat Terhadap Kesejahteraan Mental Pasien Kusta
Hingga saat ini masih banyak yang menganggap bahwa penyakit kusta adalah penyakit kutukan, penyakit keturunan, akibat dosa masa lalu dan sebagainya, sehingga harus dijauhi. Padahal penyakit Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri kusta dan bisa disembuhkan.
Masih banyak lagi perlakuan-perlakuan yang didapat oleh pasien kusta maupun orang yang pernah mengalami Kusta (OYPMK) dan keluarganya. Ini Salah satu alasan orang dengan gejala kusta enggan menjalani pengobatan atau memeriksakan diri.
Bukan hanya diagnosa penyakit yang membuat drop tetapi perlakuan dari lingkungan juga turut membuat kondisi psikologis pasien kusta semakin down. Bentuk stigmatisasi dan diskriminasi yang diterima oleh pasien kusta dan orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) membuat mereka menarik diri dari pergaulan di masyarakat.
Stigma yang melekat erat dalam diri pasien kusta dan OYPMK membuat kondisi mental mereka menjadi tidak bahagia, tertekan bahkan stress. Seperti diketahui bahwa kebahagiaan jiwa dapat mempengaruhi tinggi rendahnya daya tahan tubuh.
Seperti dilansir dari CNN Indonesia, sebuah study National Library of Medicine tahun 2006 menunjukkan bahwa orang dewasa yang stress memiliki respon imun yang lemah. Hormon pembawa pesan antar sel ke sistem kekebalan tubuh, Sitokin, akan terpengaruh oleh suasana hati, optimisme, hingga stress.
Artinya orang yang tidak bahagia dapat menyebabkan daya tahan tubuhnya menjadi lemah, jika daya tahan tubuh lemah kuman kusta semakin bertahan, akibatnya berdmpak pada pengobatan.
Tak dapat dipungkiri bahwa perasaan dikucilkan, ditinggal sendiri, ditambah lagi reaksi penyakit, turut mempengaruhi kondisi psikologis seseorang menjadi tidak bahagia.
Pasien kusta dalam kondisi mendapat stigmatisasi dan diskriminasi bagaimana bisa bahagia? Inilah pe-er kita bersama. Memberi dukungan, buang stigma dan hapuskan diskriminasi, dapat membuat mereka terhindar dari pikiran stress dan tidak bahagia.
Jika pasien kusta mendapat dukungan, berpikir positif positif, otomatis mempengaruhi hormon sitokin yang memperkuat imun tubuh. Dampaknya penyembuhan penyakit kusta bisa lebih cepat.
Kita perlu meningkatkan kesejahteraan mental pada pasien kusta dan orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) agar mereka mampu mengembangkan bakat dan potensi yang ada dalam dirinya. Untungnya Indonesia memiliki sebuah lembaga yang yang fokus terhadap eliminasi kusta dan konsekuensinya, NLR Indonesia.
Peran NLR Indonesia dan KBR Indonesia Bagi Kesejahteraan Mental Pasien Kusta
NLR Indonesia adalah organisasi non pemerintah yang bekerja untuk menanggulangi kusta dan konsekuensinya di Indonesia sejak tahun 1975. NLR Indonesia merupakan anggota NLR Alliance yang berpusat di Belanda, dengan komitmen tinggi “Hingga kita bebas kusta” (until no leprosy remains).
Sejak tahun 2018, NLR berkembang menjadi entitas nasional untuk membuat kerja organisasi lebih efektif dan efisien. Hingga kini NLR telah bekerja di 12 provinsi di Indonesia.
Sebagai lembaga giat melakukan sosialisasi tentang kusta kepada masyarakat, NLR Indonesia bertujuan agar masyarakat teredukasi dan melek literasi tentang kusta sesuai dengan slogan mereka “Hingga Kita Bebas Kusta”.
NLR Indonesia juga gencar melakukan edukasi kepada masyarakat bahwa kusta bisa sembuh, sehingga tidak harus mendapatkan stigma dan diskriminasi di masyarakat. Program penanggulangan kusta dan konsekuensinya yang digagas NLR Indonesia melalui pendekatan 3 zero, yaitu
1. Zero Transmisi
Untuk mencapai tujuan ini NLR Indonesia giat melakukan edukasi dengan berbagai media, radio, masyarakat hingga penyuluh digital seperti wartawan, blogger dan masyarakat umum melalui media sosial untuk mengkampanyekan isu kusta. Semakin masyarakat teredukasi tentang isu kusta, tujuan zero transmisi akan dapat terealisasi.
2. Zero Disability
Dengan pemberian edukasi dan literasi yang dilakukan NLR Indonesia bersama dengan seluruh lapisan masyarakat dan dukungan media, awareness tentang isu kusta akan semakin meningkat. Banyak kasus kusta yang bisa dideteksi dapat mengurangi angka disabilitas kusta.
3. Zero Eksklusi
Seiring dengan minimnya penularan dan masyarakat semakin teredukasi kusta, membuat angka disabilitas menurun. Diharapkan lambat laun akan dapat mengikis stigma kusta di masyarakat. Dengan demikian tidak ada lagi tindakan eksklusi (pengucilan) terhadap pasien kusta dan keluarganya.
NLR Indonesia mendorong pemenuhan hak anak dan kaum muda penyandang disabilitas akibat Kusta dan disabilitas lainnya melalui kemitraan strategis dengan berbagai pihak. NLR juga telah melakukan kerja sama pentahelix dengan berbagai pihak dan media, termasuk Kantor Berita Republik Indonesia (KBR Indonesia) untuk mencapai 3 program utama tadi.
NLR Indonesia rutin melaksanakan edukasi terkait isu kusta yang disiarkan secara live streaming youtube berita KBR. Isu kusta menjadi perbincangan khas KBR Indonesia. Saya juga banyak mengetahui tentang isu kusta dari streaming yang diadakan Berita KBR dan NLR Indonesia ini.
Saya melihat acara ini dipandang cukup berimbas untuk meningkatkan awareness terkait isu kusta dan penangannya di Indonesia. Tentu saja dengan adanya acara seperti ini, diharapkan dukungan dan peran serta masyarakat untuk menaikkan isu kusta dengan tujuan agar Indonesia bebas kusta.
Mari Bersatu Bersama untuk Indonesia Bebas Kusta
Agar Indonesia mencapai target zero transmisi (nol penularan), perlu kerja sama dan dukungan dari berbagai pihak. Yakinlah bahwa sekecil apapun tindakan yang kita lakukan, akan berdampak pada pemberantasan kusta di Indonesia.
Berikut ini adalah langkah kecil yang bisa kita lakukan agar Indonesia bebas kusta. Mulai dari diri sendiri, dan dari sekarang.
1. Suarakan SUKA (Suara untuk Indonesia Bebas Kusta)
Demi mewujudkan tujuan ‘Hingga kita bebas dari kusta’, NLR Indonesia menginisiasi gerakan SUKA (Suara Untuk Indonesia Bebas Kusta) sejak tahun 2020.
Tujuan dari gerakan SUKA ini adalah untuk meningkatkan kesadaran dan literasi di masyarakat tentang penyakit kusta dan konsekuensinya. Cakupan gerakan ini meliputi stigma, diskriminasi, hingga kesejahteraan mental. Untuk itu peran serta masyarakat dalam program ini sangat diperlukan dalam mencapai program ini.
Pesan SUKA bisa kita gaungkan dari sekarang untuk memberi kesadaran kepada masyarakat agar lebih aware terhadap isu kusta dan konsekuensinya. Kita bisa menyampaikan pesan ini melalui media sosial pribadi seperti facebook, instagram atau media sosial lainnya untuk meningkatkan kesadaran di masyarakat bahwa kusta itu masih ada dan harus kita lawan bersama.
2. Kerjasama Media
Pesan SUKA tidak akan bisa sampai ke semua lapisan masyarakat tanpa adanya peran serta media. Media sebagai partner untuk menyebarkan informasi yang benar, menarik dan efektif agar masyarakat terlibat aktif dalam penanganan kusta di Indonesia.
Media diharapkan dapat memberikan pemberitaan yang benar, bebas hoax sehingga stigma dan diskriminasi yang dialami oleh penderita Kusta bisa diminimalisir. Peran media juga bisa juga bisa digunakan untuk meningkatkan kesadaran, pemakaman dan kepedulian di masyarakat.
3. Merangkul Semua Kalangan Memberantas Isu Kusta
Memberantas isu kusta agar gaungnya tidak ada lagi di Indonesia menjadi tujuan kita bersama. Agar tujuan ini bisa tercapai, maka kita tidak bisa bergerak sendiri. Kita harus bergerak bersama bahu membahu merangkul banyak pihak.
Ajak semua kalangan berperan mulai dari masyarakat umum, kaum muda, tenaga kesehatan, pemerintah daerah hingga pemerintah pusat untuk terlibat aktif terhadap isu penyakit Kusta ini.
Bagaimana agar masyarakat tertarik dalam kegiatan ini?
Bagikan kepedulian kepada semua kalangan, bahwa isu kusta adalah masalah bersama, dan pasien kusta dan OYPMK serta keluarganya berhak mendapatkan kesejahteraan. OYPMK dan keluarganya bukan untuk dijauhi dan distigma, mereka memiliki hak untuk hidup layak, hidup berdaya dan diterima di masyarakat.
Tidak ada satu penyakit pun yang boleh merenggut masa depan dan kesempatan orang lain. Kita percaya bahwa jika diberi kesempatan yang sama, mereka mampu mengembangkan kemampuan dan berdikari diatas kaki sendiri.
4. Meningkatkan Mental Wellbeing Pasien Kusta, OYPMK dan Keluarganya
Menurut American Psychological Association (APA), mental well being adalah keadaan seseorang yang memiliki rasa bahagia, kepuasan, tingkat stress yang rendah, sehat secara fisik dan mental serta menjaga kualitas hidup yang baik. Mental well being pasien kusta dapat diartikan juga sebagai kesejahteraan mental para penyintasnya.
Banyaknya stigma, diskriminasi hingga tekanan penyakit turut mempengaruhi emosional, kesejahteraan, psiko social pasien kusta. Perlu cara untuk meningkatkan Kesejahteraan mental bagi para pasien kusta dan keluarganya.
Berikut ini langkah yang bisa dilakukan untuk meningkatkan mental wellbeing pasien kusta, OYPMK dan keluarganya antara lain.
1. Kampanye Kusta yang Sustainable
Melakukan kampanye yang berkesinambungan (sustainable) dalam jangka waktu panjang adalah Cara meningkatkan kesejahteraan mental pasien kusta dan OYPMK. Karena penyakit Kusta ini adalah isu yang tidak umum, perlu adanya awareness yang melibatkan banyak pihak tentang isu kusta ini.
Disinilah diharapkan peran jurnalisme masyarakat termasuk blogger maupun masyarakat umum untuk memberitakan tentang isu kusta ini. Harapannya agar tidak ada lagi pasien kusta yang mendapatkan stigma dan diskriminasi di masyarakat.
Dalam pengambilan gambar atau video kepada orang yang pernah mengalami penyakit kusta maupun pasien kusta sendiri sebaiknya meminta izin terlebih dahulu kepada yang bersangkutan. Jangan sampai merendahkan martabat mereka. Tunjukkan bahwa kita memiliki respek yang tinggi kepada mereka.
Demikian juga dalam penggunaan istilah-istilah yang digunakan. Penggunaan istilah-istilah seperti penderita kusta sebaiknya diganti dengan pasien kusta atau juga untuk Istilah eks kusta sebaiknya diganti dengan orang yang pernah mengalami penyakit Kusta (OYPMK).
Baik pasien kusta maupun orang yang pernah mengalami Kusta (OYPMK) memiliki kemampuan yang sama untuk menjalani kehidupan normal seperti orang biasa. Jadi sebaiknya orang yang pernah mengalami Kusta ini diberi kesempatan yang sama untuk bisa memberdayakan diri.
2. Memahami Rambu-Rambu Tentang Pemberitaan Kusta
Dalam pengambilan gambar atau video kepada orang yang pernah mengalami penyakit kusta maupun pasien kusta sendiri sebaiknya meminta izin terlebih dahulu kepada yang bersangkutan. Jangan sampai merendahkan martabat mereka. Tunjukkan bahwa kita memiliki respek yang tinggi kepada mereka.
Demikian juga dalam penggunaan istilah-istilah yang digunakan. Penggunaan istilah-istilah seperti penderita kusta sebaiknya diganti dengan pasien kusta atau juga untuk Istilah eks kusta sebaiknya diganti dengan orang yang pernah mengalami penyakit Kusta (OYPMK).
3. Memberdayakan Orang yang Pernah Mengalami Kusta
Baik pasien kusta maupun orang yang pernah mengalami Kusta (OYPMK) memiliki kemampuan yang sama untuk menjalani kehidupan normal seperti orang biasa. Jadi sebaiknya orang yang pernah mengalami Kusta ini diberi kesempatan yang sama untuk bisa memberdayakan diri.
Beri mereka kesempatan untuk melanjutkan pendidikan. Jangan biarkan mereka putus sekolah hanya karena terdiagnosa kusta. Mereka juga berhak mendapatkan masa depan yang layak. Penyembuhan kusta hanya masalah waktu, kita tidak berhak menghentikan langkah mereka untuk maju.
Banyak dari mereka yang memiliki kemampuan luar biasa, tapi langkahnya harus terhenti karena stigmatisasi dan diskriminasi. Saatnya kita memberi ruang dan kesempatan kepada pasien kusta serta OYPMK dan keluarganya untuk melanjutkan masa depan, memberdayakan diri untuk mandiri.
Jangan biarkan mereka hidup sebatang kara, terkucil dengan ekonomi pas-pasan tanpa kesempatan mengembangkan potensi. Diharapkan dukungan masyarakat, LSM dan pemerintah daerah hingga pusat untuk memberi kesempatan pada OYPMK dan keluarganya untuk berusaha. Berikan ruang pada mereka untuk meraih masa depan, mencapai kebahagiaan.
Saatnya hidup bersama dengan pasien kusta dan orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) dan keluarganya. Mari kita hilangkan stigma agar mereka memiliki kehidupan yang lebih bahagia. Jika jiwa mereka bahagia, tidak ada stigma, pengobatan akan lebih mudah. Memberi kesempatan mereka berdaya, jauh lebih indah. Inilah SUKA dari saya, buat mereka berdaya agar Indonesia bebas kusta
Salam,
YunnieW
Referensi
https://nlrindonesia.or.id/
https://youtu.be/Evr6v_6AUKo
http://p2p.kemkes.go.id/mari-bersama-hapuskan-stigma-dan-diskriminasi-kusta-di-masyarakat/#:~:text=Berdasarkan%20data%20yang%20dihimpun%20Kementerian,kasus%20baru%20sebanyak%207.146%20kasus
https://news.unair.ac.id/2020/01/29/indonesia-masih-duduki-posisi-ketiga-tertinggi-kusta-pakar-unair-kita-semua-bertanggung-jawab-dalam-eliminasi-kusta/?lang=id
https://youtu.be/_Wn1WRI8hIk
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20210712164135-255-666633/benarkah-bahagia-bisa-tingkatkan-imun-tubuh/2
Banyak dari mereka yang memiliki kemampuan luar biasa, tapi langkahnya harus terhenti karena stigmatisasi dan diskriminasi. Saatnya kita memberi ruang dan kesempatan kepada pasien kusta serta OYPMK dan keluarganya untuk melanjutkan masa depan, memberdayakan diri untuk mandiri.
Jangan biarkan mereka hidup sebatang kara, terkucil dengan ekonomi pas-pasan tanpa kesempatan mengembangkan potensi. Diharapkan dukungan masyarakat, LSM dan pemerintah daerah hingga pusat untuk memberi kesempatan pada OYPMK dan keluarganya untuk berusaha. Berikan ruang pada mereka untuk meraih masa depan, mencapai kebahagiaan.
Saatnya hidup Bersama, Hilangkan Stigma Buat Mereka Berdaya
Saatnya hidup bersama dengan pasien kusta dan orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) dan keluarganya. Mari kita hilangkan stigma agar mereka memiliki kehidupan yang lebih bahagia. Jika jiwa mereka bahagia, tidak ada stigma, pengobatan akan lebih mudah. Memberi kesempatan mereka berdaya, jauh lebih indah. Inilah SUKA dari saya, buat mereka berdaya agar Indonesia bebas kusta
Salam,
YunnieW
Referensi
https://nlrindonesia.or.id/
https://youtu.be/Evr6v_6AUKo
http://p2p.kemkes.go.id/mari-bersama-hapuskan-stigma-dan-diskriminasi-kusta-di-masyarakat/#:~:text=Berdasarkan%20data%20yang%20dihimpun%20Kementerian,kasus%20baru%20sebanyak%207.146%20kasus
https://news.unair.ac.id/2020/01/29/indonesia-masih-duduki-posisi-ketiga-tertinggi-kusta-pakar-unair-kita-semua-bertanggung-jawab-dalam-eliminasi-kusta/?lang=id
https://youtu.be/_Wn1WRI8hIk
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20210712164135-255-666633/benarkah-bahagia-bisa-tingkatkan-imun-tubuh/2
Stigma tentang kusta masih banyak melekat di masyarakat. Yang gegara itu jadi bikin banyak penderita minder, dikucilkan, dan nggak berkembang. Nggak tega liatnya. Semoga ke depannya stigma tersebut bisa hilang dan kita bisa saling bahu membahu
BalasHapusBetul mbak. Jadi tugas kita adalah turut serta mebantu pemerintah mengedukasi masyarakat untuk menghapus stigma dan diskriminasi.
HapusSemoga kita bisa segera bebas dari kusta.
Setuju banget kalau penderita kusta itu bukan untuk dijauhi, tetapi dirangkul dan juga diedukasi apabila ia juga paham tentang penyakit kusta sebenarnya.
BalasHapusSalut dengan KBR dan NLR Indonesia yang berkomitmen untuk bekerja sama dalam memberantas penyakit kusta di Indonesia
Betul.. Bersama KBR dan NLR Indonesia diharapkan jua peran serta kita untuk meningkatkan literasi Kusta.
HapusBaru tahu kalau Indonesia menjadi negara terbanyak ke-3 pasien kusta. Terima kasih atas artikel yang sangat edukasi banget.
BalasHapusIya Kak, Indonesia termasuk 3 negara dengan kasus Kusta terbesar di dunia. Yuk Sama-sama bahu membahu menghapus kusta di Indonesia Kak.
HapusSuka sedih banget emangg ada OYPMK sampai pernah dipecat dari tempat kerjanya karena kustanya ituu :(( semoga sekarang yg kayak gitu ngga adalagi yaa
BalasHapusIya pernah dengar ada kasus begini. Padahal kusta yang telah diobati radio penularan nya sangat Rendah. Karena kurangnya pengetahuan tentang kusta dan isu kusta ini jarang diangkat.
HapusAku tuh baru tahu malah kalau di Indonesia masih ada penyakit kusta, dan penderitanya yang terbanyak nomor 3 di dunia. Sedih banget sih.
BalasHapusBetul Kak, kusta masih ada. Saatnya kita turut andil menghapus kusta di Indonesia.
HapusYang saya bikin kaget adalah Indonesia ternyata nomor 3 dengan pasien kusta terbanyak, tapi berita ini kurang diekspos. Apalagi masalah stigma masyarakat terhadap kusta yang dibilang kutukan.
BalasHapusOrang kena penyakit ini bakalan down mentalnya, dan pada akhirnya berujung pada kerusakan mental dan menjadi /.
Memang perlu sosialisasi yang lebih lagi dari pihak pemerintah untuk lawan stigma ini
Setuju kakak.. Ayo kita Sama-sama bantu pemerintah mengangkat isu kusta, untuk melawan stigma dan diskriminasi. Minimal edukasi diri tentang Kusta.
HapusBaca ini dapat informasi banyak tentang penyakit kusta. Kasihan ya pasiennya, sudah sakit plus dapat stigmatisasi dan diskriminasi juga dari lingkungan. Penting banget adanya kampanye kusta, menginformasikan pada masyarakat, sehingga semuanya bisa paham dan ikut peduli
BalasHapusAyo Sama-sama ya Kak. Kita berantas kusta di Indonesia.
HapusKusta inj menurutku yang paling bahaya stigma negatif masyarakat ya. Soalnya kesembuhan pasien juga bergantung pada kondisi mental
BalasHapus